Minggu, 22 Maret 2009

MAKALAH : PERAN PASAR MODAL INTERNASIONAL DALAM LEMBAGA KEUANGAN MIKRO

PENDAHULUAN

Di tahun 2004, pasar modal internasional, mulai menarik daya tarik investasi dalam keuangan mikro. Sejak itu, hutang dan ekuitas dalam masalah keamanan keuangan mikro telah meningkat yang diperkirakan US $ 1 miliar dari lembaga keuangan swasta mencari keuntungan komersial. Persetujuan bentuk yang terkenal dalam perkembangan pasar saat ini seperti penawaran awal saham, masalah obligasi, kewajiban hutang yang sejalan (CDOs), dan pengamanan yang mendasari pinjaman/kredit. Selain itu, dana sektor hutang dan modal swasta pada keuangan mikro telah tumbuh, bagi investor lebih memilih untuk memberikan keleluasaan manajer professional dan sekarang mereka berpikir untuk mengendalikan lebih dari US $ 2 miliar, yang mana lebih dari $ 300 juta adalah “aliran” investasi komersial.
Secara keseluruhan. lintas batas investasi ke dalam keuangan mikro sekitar $ 1,4 miliar pada tahun 2006, perkembangannya hanya tiga tingkat dari dua tahun sebelumnya. Sementara pemasok tradisional untuk modal keuangan mikro-organisasi nirlaba, badan-badan pembangunan pemerintah dan individu-individu yang memberikan kontribusinya semakin meningkat, baru-baru ini semenjak tahun 2004 partisipasi oleh lembaga sektor pemodal swasta untuk mencari pendapatan pasar yang penuh kembali meningkat. Para investor komersial utama, sebagian besar terletak di Eropa Barat dan Amerika Serikat, yang mendasari pembukaan pasar modal untuk keuangan mikro.


Kebutuhan Akan Pasar Modal untuk Membiayai LKM

Ketika dilakukan dengan benar, maka LKM akan menguntungkan, berisiko rendah dan dapat memperluas kegiatan keuangan. Jumlah nasabah yang dilayani oleh LKM secara umum diperkirakan mencapai 100 juta. Bank komersial yang berkembang di negara domestik, seharusnya menjadi sumber utama pendanaan untuk LKM, biasanya mereka enggan untuk memberikan pinjaman kepada LKM. Selain itu, investor non-komersial dengan jumlah 80 persen dari $ 4 miliar dalam sember pendanaan internasional sekarang ini merupakan warisan dari asal keuangan mikro untuk amal dan kegiatan pembangunan yang disponsori secara resmi. Maka LKM merupakan hasrat untuk menumbuhkan modal secara eksponensial, sehingga tidaklah mungkin organisasi pemerintah dan organisasi nirlaba akan meningkatkan aliran dana proporsional untuk pembiayaan LKM tresebut, dengan alasan : pertama, mereka akan berhadapan dengan tuntutan persaingan untuk mendapatkan bantuan, dan kedua, mereka akan memulai bertanya apakah misi pelayanan yang terbaik oleh pendanaan keuangan perusahaan yang akan menguntungkan dan semakin meningkat transformasinya menjadi perusahaan swasta untuk dapat menarik modal komersial. Satu-satunya sumber dana yang tersedia untuk kredit komersial yang benar adalah pasar modal internasional.

PEMBIAYAAN UNTUK KEWAJIBAN UTANG SEJALAN (CDO)

Inovasi utama dalam pendanaan keuangan mikro yang dipelopori oleh BOMSI meliputi:
1. BOMSI bukan merupakan keputusan investasi dana yang tidak diserahkan ke luar manajemen professional.
2. Pembiayaan BOMSI ada lima tahap tingkat risiko senior, tiga kelas subordinate, dan di bagian bawah adanya pemerataan.
3. Investor BOMSI tidak memegang unit pendanaan dan tidak membuat pinjaman untuk BOMSI. Sebaliknya, mereka telah membeli obligasi, surat berharga dan bunga modal. Sehingga akan tampak perbedaan penting dalam kelembagaan investasi.

Dari inovasi-inovasi di atas maka dengan pelaksanaan kewajiban utang sejalan untuk industri keuangan mikro yang dipelopori oleh BOMSI maka dapat mengubah cara investor melihat antara lembaga keuangan mikro dan produk kewajiban utang.

MEMPERKENALKAN INVESTOR KOMERSIAL TERHADAP KEWAJIBAN UTANG MICROFINANCE

Ada beberapa cara untuk mendukung LKM yang digaris bawahi oleh pengembangan pasar dunia, yaitu:
1. Rendahnya tingkat standar dalam pinjaman portfolio LKM.
2. Rasio risiko/pendapatan yang baik.
3. Instrumen pemodal yang umum dikenal.

CDOs VS DANA

Ada bebeapa alasan CDO digunakan sebagai produk dana non pasar modal pertamaa dalam LKM, yaitu:
• LKM biasanya memiliki neraca yang terlalu kecil untuk membenarkan transaksi dari skala yang diperlukan untuk mengakses pasar modal internasional sehingga persetujuan pinjaman LKM sangat dibutuhkan.
• Di sisi lain, LKM digunakan untuk meminjam kredit internasional, untuk menciptakan standar internasional dan mengemas aset mereka ke dalam tujuan khusus pembiayaan sarana perubahan yang tidak dapat diatasi.
• Permintaan instrument investor pasar modal dalam USD atau Euro.
• Top kualitas LKM ditemukan di seluruh pasar sehingga penyebaran geografis dapat dicapai.
• LKM biasanya sangat sedikit memiliki produk pinjaman, sehingga risiko pada sisi asset yang relative mudah untuk dianalisa dan digunakan sebagai perantara dari risiko yang mendasari peminjam risiko yang sangat diversifikasi, sangat rinci yang sangat khas mengacu pada pasar modal.

Cara untuk mangatasi rintangan dalam berinvestasi pada LKM:
1. Biaya investasi “cascades” (mengalir deras).
2. Kurangnya transparansi
3. Likuiditas


PENGAMANAN PINJAMAN MIKRO

Beberapa kendala penting dalam pemunculan kembali pembatasan asset/harta yang didukung catatan produk keuangan mikro, yaitu:
1. Jatuh tempo yang pendek dari kredit mikro
2. Risiko keturunan
3. Peran penting servicer
4. Peraturan pemerintah

Dengan adanya kendala tersebut, hanya ada dua kasus kredit mikro securitization internasional di pasar modal( dibandingkan dengan CDOs yang securitize pinjaman ke LKM) dan keduanya memiliki banyak fitur tambahan kredit oleh investor non-komersial.

EQUITY

Sebagai LKM dewasa yang mentransformasikan diri dari organisasi nirlaba menjadi perusahaan termasuk dimana lembaga diatur, mereka perlu melakukan pemerataan pertumbuhan.
Dengan tingginya tingkat pengembalian modal dan pertumbuhan yang cepat dalam industri tersebut, maka tingkat suku bunga pengembalian atas penanaman modal MFI terlihat menarik. Akibatnya, sedikit dari 15 ekuitas swasta memobilisasi dana sebesar $ 620 juta (sebagian besar dari sumber dana non-komersial, bagaimana pun juga) telah menetapkannya bahwa hal ini dibutuhkan.

KONTRIBUSI INVESTOR NON-KOMERSIAL

Kontribusi investor non-komersial disini ialah mereka dapat berperan dalam mengambil risiko, dimana investor komersial tidak mengerti dan merasa tidak nyaman dalam mengambil peran dalam hal mengambil risiko, yang dapat mempengaruhi investasi tersebut. Sebagai contoh, Global Keuangan Mikro Fasilitas Komersial (GCMF) yang disponsori dan dikelola oleh Deutsche Bank.

LOCAL CURRENCY

Investor asing biasanya tidak nyaman dengan risiko mata uang lokal yang tidak dapat dipegang/hedged. Hal ini berarti bahwa LKM harus meminjam dalam dolar atau euro dan mendorong risiko mereka ke peminjam.

PADA PATH TO AN ASSET CLASS

Istilah asset kelas memiliki sejumlah definisi. Dari sudut kelembagaan investor, sebuah asset kelas merupakan jenis asset yang cocok untuk penyertaan dalam portofolio investasi. Agar sesuai, maka asset kelas harus memenuhi syarat-syarat terentu. Pada dasarnya perbedaan jenis aset, seperti yang perbedaan investasi di aset yang sama kelas dapat dianalisa bersama-sama untuk menggantikan satu sama lain, dan dapat diandalakan.

APAKAH KEUANGAN MIKRO MENUJU KERUNTUHAN?

Ke depannya, beberapa investor keuangan mikro melihat peristiwa-peristiwa yang mengkhawatirkan mereka:

• Bagaimana microfinanace tampil di tengah kondisi ekonomi yang bergejolak?
• Baris puncak MFI akan overbanked sesegera mungkin
• Apakah hubungan antara LKM dan para nasabahnya dapat terputus?

KESIMPULAN

Terpaan investasi pasar modal dibidang microfinance belum pernah terjadi sebelumnya, dan patut untuk dipertanyakan ketahanannya. Tentu saja, risiko dapat memberikan pertumbuhan yang berlimpah, dan kami telah mencatat beberapa dari mereka:
• Kelelahan akan peluang investasi dikenal dan dapat diakses pada puncak MFI pyramid
• Hambatan struktural untuk menyediakan investor melalui paparan mengenai micro-credit securization
• Langkanya catatan keberhasilan
• Kurangnya kejelasan mengenai peran investor non-komersial
• Belum berkembangnya pasar modal lokal
• Illiquidity, jarang data, volume kecil yang memperlambat ke arah status “asset kelas”
• “mission drift” dari eroding khususnya dari risiko dan laba, berkurangnya nilai mereka dalam pengurangan portfolio yang berubah-ubah.

Secara keseluruhan, perhatian utama dari microfinance dalam perbankan yang unbankable ialah membawa pelayanan keuangan pada konsumen di luar dari system keuangan formal, memberikan keunikan dan profil risiko yang menarik dan penghargaan yang dapat menarik investor yang berelmbaga untuk mencari diversifikasi dan laba yang absolut bahkan orang-orang yang teguh dalam prospek mempromosikan nilai-nilai sosial.

Senin, 16 Maret 2009

PERAN PEMERINTAH TERHADAP MICROFINANCE DI INDONESIA

Mengingat semakin kompleksnya tantangan dalam pemberdayaan koperasi dan UMKM, peran pemerintah harus benar-benar tepat dan membantu usaha yang sangat penting bagi penciptaan lapangan kerja ini pada saat dibutuhkan. Agar mampu memainkan peran dalam jangka menengah di atas, pemerintah harus berani mengubah paradigma pemberdayaan yang selama ini dipakai. Salah satunya adalah mengubah asumsi klise yang selama ini memandang koperasi dan UMKM sebagai lembaga usaha yang skalanya remeh, lemah, terbelakang dan patut dikasihani. Program-program pemberdayaan sebaiknya jangan seperti program charity, yang menganggap bahwa anggaran yang dikeluarkan semata-mata merupakan alokasi dana sosial tanpa upaya untuk meningkatkan kemandirian dan kedewasaan berpikir para pelaku usaha tersebut. Untuk itu, program perberdayaan hendaknya dirumuskan dengan terlebih dahulu memahami secara utuh perubahan lingkungan strategis dalam usaha koperasi dan UMKM.


Bank Sentral (Bank Indonesia), pemerintah(pada tingkat pusat dan provinsi) dan bank-bank komersial seperti Bank BRI dan Bank BPD telah memainkan peran penting dalam memfasilitasi pertumbuhan dan pembangunan LKM di Indonesia melalui peraturan-peraturan formal dan pengawasannya

Di Indonesia, berdasarkan undang-undang Perbankan tahun 1992 dan Amandemen Undang-Undang tahun 1998, semua bank diawasi oleh Bank Sentral (Bank Indonesia) sampai tahun 2002, saat sebuah badan pengawasan bank dibentuk dan mengambil alih fungsi tersebut dari Bank Indonesia. Namun, pad pelaksanaannya, Bank Indonesia yang memiliki tanggung jawab hukum untuk mengawasi semua LKM, hanya melakukan pengawasan secara langsung terhadap BPR (BPR gaya baru).


a. Peraturan dan Pengawasan untuk Bank BRI Unit Desa

BRI Unit Desa adalah sebuah divisi dalam BRI, sebuah Bank komersial milik negara yang diatur oleh Undang-Undang Perbankan dan diawasi oleh Bank Indonesia. Di dalam BRI, divisi unit bertanggung jawab untuk mengawasi seluruh jaringan unit desa yang beroperasi secara independen di luar sistem cabang BRI. Pengawasan Unit Desa ini dilakukan oleh dua orang manajer Divisi Unit yang ditempatkan pada setiap cabang BRI dan memberikan laporannya secara langsung pada manajer cabang. Manajer Unit Desa bertanggung jawab untuk mengunjungi masing-masing unit sekali seminggu (pengawasan langsung di lokasi) untuk memverifikasi laporan. Unit Desa membuat laporan harian, mingguan, bulanan, tiga bulanan, semi tahunan, dan tahunan untuk pengawas cabang, daerah dan kantor pusat.


b. BPR dan Lembaga Keuangan Mikro.

Rezim BPR dalam dunia keuangan mikro nampaknya merupakan suatu hal yang unik. Pemerintah IndonesiaIndonesia dengan bantuan GTZ telah meluncurkan sejumlah kebijakan untuk memperkuat bank-bank desa. Pertama, dengan berdasarkan revisi Undang-Undang Perbankan Tahun 1998, perlindungan tabungan diwajibkan untuk semua bank. Bagi BPR diusulkan untuk mendirikan perusahaan perseroan terbatas swasta yang dimiliki oleh Bank Indonesia dan dan persatuan bank BPR seluruh Indonesia. Sebuah instrumen penilaian risiko yang efektif tetapi sederhana akan dikembangkan untuk menilai biaya dan memonitor bank anggota. Kedua, dalam hal pengembangan sumber daya manusia, diploma yang dimiliki oleh manajer BPR akan dijadikan sebagai pertimbangan dalam fit and proper test untuk menentukan manajer BPR di masa yang akan datang. Sedangkan yang ketiga, ditekankan pada perbaikan pengawasan bank. secara eksplisit telah mengakui pentingnya keuangan mikro dan telah memberikan landasan pengaturan yang kompetitif. Hal tersebut telah sangat mempermudah proses masuk ke pasar ini dan meletakkan keuangan mikro di atas dasar komersial yang kuat daripada di atas bantuan donor yang berkesinambungan. Namun pertumbuhan industri ini yang sangat cepat, ditambah lagi dengan lemahnya pengawasan BPR, telah menciptakan BPR tidak mapan dengan persentase yang tinggi, yang sekarang berada di ujung kehancuran karena manajemen yang salah dan yang pada akhirnya harus diselamatkan oleh pemerintah melalui penjaminan tabunngannya. Oleh karenanya perbaikan pengawasan diperlukan untuk menjamin kualitas Bank Perkreditan Rakyat, dan mencegah mereka bangkrut. Pengawasan yang efektif dan efisien merupakan suatu keharusan dan a conditio sine qua non untuk memfungsikan skema perlindungan tabungan di masa yang akan datang berdasarkan pembiayaan mandiri dan bukan pada jaminan pemerintah. Untuk memperbaiki situasi ini, Bank


c. Koperasi dan LSM

LKM seperti koperasi dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) diatur oleh lembaga lain. Kegiatan kredit koperasi diatur oleh Departemen Koperasi dan Pengembangan Usaha Kecil dan Menengah. Koperasi memiliki tempat yang khusus dalam ideologi nasional Indonesia. Menurut Undang-Undang Dasar Indonesia (Pasal 36), koperasi akan menjadi salah satu pilar ekonomi nasional. Karena itu pemerintah memberikan cukup perhatian dan dukungan ketika mensponsori Koperasi Unit Desa (KUD) pada masa pemerintahan Soeharto dan KUD pun didirikan di seluruh nusantara. Undang-Undang Koperasi Tahun 1992 menancapkan peran KUD dan hak lanjutan mereka terhadap sumber daya milik pemerintah. Kendati demikian, koperasi baru memainkan peran kecil dalam wilayah keuangan mikro di Indonesia, seperti disebutkan sebelumnya, sebagai akibat dari peraturan yang espresif dan intervensi dari pemerintah yang berlebihan di bawah rezim Soeharto.


Seperti telah dikemukakan sebelumya, samapai saat ini Lembaga Swadaya Masyarakat di Indonesia hanya memberikan sedikit bantuan langsung terhadap kegiatan keuangan mikro independen di Indonesia. Beberapa LSM tertentu memiliki hubungan dengan LSM Internasional yang membawa dana dan keahlian yang tidak banyak dari luar negeri. Di masa rezim Soeharto, pengawasan terhadap LSM dilakukan secara minimal, terkecuali bila LSM tersebut menarik perhatian politik. LSM yang menyelenggarakan keuangan mikro dibolehkan untuk menawarkan peraturan kredit dan tidak ada pengaturan kewajiban pelaporan atau pengawasan untuk kegiatan itu. Namun demikian, mereka tidak diizinkan untuk memobilisasi simpanan dari anggota kecuali simpanan tersebut ditabungkan ke sebuah lembaga keuangan yang ditunjuk pemerintah. Sejumlah mobilisasi pinjaman mendapat toleransi karena jumlahya yang kecil. Untuk mengatasi masalah itu, beberapa LSM yang lebih besar kemudian mendirikan BPR mereka sendiri. sebagai catatan penutup, pada tahun 2004 Indonesia sedang dalam proses pembuatan Undang-Undang Keuangan Mikro. Salah satu tujuan penetapan Undang-Undang ini adalah untuk memfasilitasi Peraturan Pemerintah No. 22 Tahun 1999 dan memberikan wewenang yang lebih besar kepada pemerintah daerah untuk melindungi orang-orang yang menyimpan uang dalam jumlah kecil, dan untuk mengoptimalkan kinerja LKM untuk memperbaiki kapasitas ekonomi orang-orang yang berpenghasilan rendah.